Makna, Waktu, dan Tradisi Perayaan Hari Raya Pagerwesi di Bali
Hari raya Pagerwesi jatuh pada Rabu (24/5/2023). Perayaan hari raya Pagerwesi penting diperingati karena merupakan Rerahinan Gumi yang dirayakan setiap 210 hari sekali.
Dirangkum dari berbagai sumber, Pagerwesi disebut sebagai Rerahinan Gumi karena dirayakan oleh semua umat Hindu, tetapi tergantung desa (tempat), kala (waktu), dan patra (keadaan). Sehingga, perayaannya disesuaikan apakah berskala besar ataupun kecil.
Perayaan Pagerwesi bisa dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan dari sanggah di pekarangan rumah hingga pura-pura besar. Di beberapa daerah di Bali merayakan Pagerwesi seperti halnya hari raya Galungan yang merupakan hari raya besar umat Hindu.
a. Makna Hari Raya Pagerwesi
Kata Pagerwesi memiliki akar kata “Pager” yang berarti pagar atau perlindungan dan “wesi” yang artinya besi yang kuat. Sehingga Pagerwesi dapat melambangkan suatu perlindungan yang kuat.
Makna filosofis dari perayaan hari raya Pagerwesi adalah sebagai simbol keteguhan iman, memagari diri dengan tuntutan ilmu pengetahuan, sehingga manusia tidak mengalami kegelapan atau Awidya.
Pagerwesi dirayakan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Pramesti Guru atau Tuhan sebagai guru alam semesta. Sang Hyang Pramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa untuk melebur segala hal yang buruk.
Dengan kedudukan-Nya sebagai guru alam semesta termasuk manusia, maka umat manusia wajib memuja Sang Hyang Pramesti Guru saat hari raya Pagerwesi. Agar manusia tidak terjebak dalam sifat-sifat buruk, maka penting bagi manusia untuk memahami ilmu pengetahuan penuntun niskala sehingga tidak salah arah.
Memuja Sang Hyang Pramesti Guru dapat dengan cara menghaturkan persembahan maupun dengan melakukan yoga semadi, menyucikan diri, dan memohon anugerah kepada Sang Hyang Pramesti Guru agar dapat diberikan perlindungan melalui kesucian ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan merupakan perlindungan (pagar) yang sejati dan utama.
b. Waktu Perayaan Pagerwesi
Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan berdasarkan wuku, yaitu 210 hari sekali.
Jika dilihat berdasarkan kalender Bali, hari raya Pagerwesi dilaksanakan berdekatan dengan Hari Raya Saraswati.
Saraswati jatuh pada wuku paling akhir, yakni Watugunung. Sedangkan Pagerwesi jatuh pada wuku paling pertama, yakni Shinta. Dilihat dari kalender Masehi, jarak antara perayaan Saraswati dan Pagerwesi adalah 4 hari.
Hari raya Saraswati dikenal sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan dari Sang Hyang Aji Saraswati. Sehingga, hari raya Pagerwesi dan Saraswati memiliki hubungan yang erat, yakni tentang ilmu pengetahuan.
c. Tradisi Perayaan Pagerwesi
Saat Hari Raya Pagerwesi umat Hindu dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi) pada tengah malam. Banten atau sesajen yang dihaturkan adalah “Sesayut Panca Lingga” sedangkan perlengkapannya terdiri dari Daksina, Suci Praspenyeneng dan Banten Penek.
Banten yang paling inti perayaan Pegerwesi bagi umat kebanyakan adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, Dapetan dilengkapi dengan daksina, canang, dan sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.
Namun, perayaan ini disesuaikan dengan desa, kala, dan patra daerah masing-masing. Beberapa daerah di Bali memiliki caranya sendiri dalam merayakan hari raya Pagerwesi.
Khususnya di daerah Buleleng, perayaan Pagerwesi dilaksanakan seperti hari raya besar umat Hindu, yaitu Galungan. Selain persembahyangan di sanggah pekarangan rumah, pura dadia, dan Pura Dalem, masyarakat juga memiliki tradisi unik yang dilaksanakan setiap Pagerwesi.
Dilansir dari detikBali, tradisi itu disebut dengan Munjung atau ziarah ke makam sanak keluarga di setra (kuburan setempat). Krama Buleleng biasanya memadati area setra dengan membawa sesajen atau banten punjung.
Banten Punjung merupakan sesajen nasi kuning, aneka lauk pauk, dan buah. Setelah dihaturkan, sesajen ini akan disantap bersama dengan kerabat. Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun, yang bertujuan untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal, tetapi belum diaben (dibakar).
Nah itu dia tradisi unik yang dilaksanakan sebagai perayaan saat hari raya Pagerwesi. Meskipun Pagerwesi dirayakan dengan meriah di daerah Buleleng, setiap umat Hindu di Bali punya caranya sendiri-sendiri untuk memaknai suatu hari raya.
Selamat Merayakan Hari Suci Pagerwesi
#OrkestrasiDisdukcapil
#DisdukcapilMerajutEkosistem
#7thBerinovasiUntukNegeri #DukcapilPrima