Mengenang Jenderal Hoegeng, Satu-satunya Polisi Jujur Menurut Gus Dur
Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng”. Konon hal itu diungkapkan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam sebuah diskusi bertajuk “Dekonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan” di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Kamis 31 Agustus 2006 silam. Sontak, guyonan kecil namun tepat itu, membuat masyarakat tertawa sekaligus miris dalam waktu yang sama. Benarkah susah menemukan polisi jujur di Indonesia?
Sosok Jenderal Hoegeng
Jenderal Hoegeng Imam Santoso atau yang biasa disebut dengan Jenderal Hoegeng merupakan sosok polisi di Indonesia yang dikenal dengan kejujurannya. Hoegeng lahir tepat 101 tahun lalu, atau pada 14 Oktober 1921. Dikutip dari Harian Kompas 1 Juli 2004, nama asli Hoegeng adalah Imam Santoso. Nama ini merupakan nama pemberian sang ayah. Sewaktu kecil, Hoegeng kerap dipanggil dengan nama Bugel (gemuk), namun nama tersebut kemudian menjadi Bugeng hingga kemudian berubah menjadi Hugeng. Hoegeng menempuh pendidikan di HIS dan MULO Pekalongan, kemudian belajar di AMS A Yogyakarta. Ia juga melanjutkan pendidikan ke Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia. Selanjutnya Ia masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Menolak suap cukong
Usai lulus dari PTIK tahun 1952, Hoegeng ditempatkan di Jawa Timur dan ditugaskan sebagai Kepala Reskrim di Sumatera Utara. Ketika awal menjabat ia mendapat banyak sambutan unik, seperti rumah pribadi dan mobil yang telah disediakan oleh beberapa cukong judi. Namun, Hoegeng menolak hadiah itu dan memilih tinggal di hotel sebelum mendapatkan rumah dinas. Usai mendapat rumah dinas, rumah tersebut dipenuhi dengan berbagai perabot pemberian tukang suap yang kemudian dikeluarkannya secara paksa dari dalam rumah dan diletakkan di pinggir jalan. Sikapnya ini banyak menarik perhatian dan membuat gempar Kota Medan.
Meminta istri tutup toko bunga
Usai bertugas di Medan, Hoegeng ditunjuk Presiden Soekarno untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, saat itulah Ia kemudian meminta istrinya Merry untuk menutup toko bunga miliknya. Saat sang istri bertanya apa alasannya, Hoegeng menjelaskan bahwa ia khawatir nantinya segala yang berurusan dengan imigrasi akan memesan bunga pada toko bunga milik sang istri. Hal ini menurut Hoegeng tak adil untuk penjual bunga yang lain. Istrinya yang bisa menerima hal tersebut kemudian menutup toko bunga miliknya. Hoegeng tercatat juga pernah menolak mobil dinas dari Sekretariat Negara karena telah merasa cukup dengan mobil jip dinas dari kepolisian.
Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat sebagai Kepala Polri atau Kapolri menggantikan Sotjipto Yudodiharjo. Pada masa itu salah satu kasus yang terkenal yang ia tangani adalah mengenai adanya penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It. Kasus penyelundupan mobil mewah ini menyeret nama istri Presiden Soeharto, Bu Tien. Namun usai pengungkapan kasus ini, pemberhentian Hoegeng sebagai Kapolri dipercepat. Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng dilakukan untuk regenerasi.
Kasus Sum Kuning
Salah satu kasus lain yang cukup terkenal di masa Hoegeng menjabat Kapolri adalah mengenai kasus pemerkosaan Sum Kuning. Kasus pemerkosaan Sum Kuning, merupakan kasus yang terjadi 21 September 1970 pada penjual telur berusia 17 tahun Sumaridjem. Tragedi ini bermula ketika Sumaridjem berjalan pulang sendirian karena tak satupun bus kota yang lewat padahal hari sudah menjelang malam. Sumaridjem ketika itu diculik oleh segerombolan orang menggunakan mobil yang melintas di timur Asrama Polisi Patuk, Yogyakarta. Ia kemudian dibawa mengitari Jalan Diponegoro menuju Bumijo dan ddiperkosa di mobil oleh para pemuda tersebut. Parahnya, uang dagangannya sejumlah Rp 4.650 juga ikut diambil. Sumaridjem kemudian dibuang di tepi Jalan Wates-Purworejo, Gamping. Singkat cerita, kasus pemerkosaan ini diduga dilakukan oleh anak-anak dari orang terkemuka di Yogyakarta. Anggapan ini kuat di masyarakat karena pelaku memakai mobil. Sedangkan saat itu, hanya orang terkemuka dan kaya saja yang memiliki mobil. Namun, pelaku tak kunjung ditangkap, malah Sumaridjem ditahan polisi usai keluar dari rumah sakit dan dianggap menyiarkan berita bohong. Ia saat itu dihukum dengan hukuman 3 bulan penjara dan dibebaskan karena tak terbukti berbohong. Lihat Foto
Kasus ini menarik perhatian Hoegeng yang kemudian membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning yang diketuai Kadapol IX/Jateng, Suwardjiono. Anak sejumlah pejabat disebut-sebut telibat dalam kasus ini salah satunya Paku Alam VIII yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY. Namun kemudian hal ini dibantah. Hoegeng tidak menyerah, Ia kemudian melaporkan kasus ke Soeharto untuk mendapat dukungan, namun Soeharto sayangnya justru meminta kasus diambil alih oleh Tim Pemeriksa Pusat (Kopkamtib). Setelah tak ditangani Hoegeng dua tahun setelah kasus itu polisi menetapkan tersangka, namun tak membuat publik puas karena pelaku yang ditetapkan tersangkan adalah orang yang berprofesi sebagai penjual sate serta mahasiswa. Selain itu terdakwa juga terus menyangkal tuduhan jaksa. Masyarakat juga menyoroti ketidaksesuaian pernyataan jaksa dan Sumaridjem selaku korban. Di mana jaksa menyebut kejadian terjadi di rumah sewa di kawasan Klanten dan dilakukan 7 pemuda. Namun Sumaridjem mengatakan ia diperkosa 4 orang di atas mobil. Pada akhirnya kasus tersebut tetap menjadi misteri yang tak terpecahkan.