PUPUTAN MARGARANA-PERANG HABIS-HABISAN MELAWAN BELANDA DI BALI
Hari ini 77 tahun yang lalu atau tepatnya pada 20 November 1946 terjadi pertempuran Puputan Margarana. Puputan Margarana merupakan pertempuran yang terjadi antara pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Letnan Kolonel (Letkol) I Gusti Ngurah Rai melawan Belanda di Bali untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat itu, I Gusti Ngurah Rai selaku Kepala Divisi Sunda Kecil bersama pasukannya bertempur secara masif untuk mengusir Belanda dari Bali.
ARTI PUPUTAN MARGARANA
Dikutip dari Kompas.com (23/7/2022), “puputan” sendiri memiliki arti berperang sampai pada titik darah penghabisan. Sedangkan “Margarana” merupakan wilayah tempat pertempuran tersebut berlangsung. Diketahui, pertempuran itu terjadi Desa Marga, Margarana, Tabanan, Bali. Dalam ajaran Hindu, kata puputan mengandung makna moral karena kematian seorang prajurit dalam kondisi berperang adalah sebuah kehormatan bagi keluarganya.
LATAR BELAKANG PUPUTAN MARGARANA
Pertempuran Puputan Margarana disebabkan oleh hasil Perjanjian Linggarjati antara Belanda dan Indonesia. Isi dalam perjanjian tersebut salah satunya menyebutkan bahwa Belanda hanya mengakui Jawa, Madura, dan Sumatera sebagai wilayah Indonesia secara de facto. Sehingga, Bali tidak termasuk dalam bagian dari Indonesia yang membuat rakyatnya kecewa dan memicu perlawanan. Selain itu, Puputan Margarana juga dipicu oleh penolakan Letkol I Gusti Ngurah Rai terhadap Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT) yang menyatukan Bali ke negara itu. Pasca Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947, Belanda memulai usahanya untuk mendirikan Negara Indonesia Timur (NIT).
I Gusti Ngurah Rai kemudian menuju ke Yogyakarta untuk melakukan konsultasi dengan markas besar Tentara Republik Indonesia (TRI) yang menolak bekerja sama membentuk NIT. Di sana, I Gusti ditunjuk sebagai Komandan Resimen Sunda Kecil dengan pangkat Letnan Kolonel. Diketahui, setelah proklamasi kemerdekaan, I Gusti Ngurah Rai dengan rekan-rekannya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil. Di TKR, I Gusti Ngurah Rai ditunjuk sebagai komandan. Di bawah kepemimpinan I Gusti Ngurah Rai, TKR Sunda Kecil memiliki kekuatan 13,5 kompi yang tersebar di seluruh kota di Bali dan dikenal sebagai Ciung Wanara. I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya bertekad melakukan perlawanan terhadap Belanda.
I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya menyerang markas Belanda di Tabanan, Bali pada 18 November 1946. Serangan tersebut membuat Belanda marah besar dan mengerahkan kekuatan terbesar yang mereka miliki untuk mengepung Bali, khususnya di Tabanan. Belanda mengerahkan lima pasukannya yang bernama Gajah Merah, Anjing Hitam, Singa, Polisi Negara, dan Polisi Perintis. Pasukan yang dikirim Belanda tersebut kemudian memulai serangan mereka pada 20 November 1946 pukul 05.30 Wita dengan menembaki pasukan warga Bali. Saat itu, pasukan warga Bali minim akan persenjataan sehingga tidak bisa menyerang balik pasukan Belanda. Baca juga: Mengenang 9 Tokoh Penting dalam Pertempuran 10 November 1945 dan Perannya Sekitar pukul 09.00 Wita, pasukan Belanda yang berjumlah sekitar 20 orang mulai mendekat. Tidak lama kemudian, suara tembakan mulai terdengar. Rupanya, sebanyak 17 orang pasukan Belanda berhasil ditembak mati oleh pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai. Setelah kehilangan beberapa anggota pasukan, Belanda melakukan serangan dari berbagai arah. Akan tetapi, serangan tersebut berhasil ditangkis oleh pasukan Ciung Wanara. Belanda yang mulai kewalahan memilih mundur sejauh 500 meter ke belakang untuk menghindari pertempuran. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya untuk melarikan diri dari kepungan musuh.
AKHIR PERTEMPURAN
Ketika sedang melarikan diri, tiba-tiba Belanda mengirimkan pesawat terbang untuk memburu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya. Dengan penuh semangat perjuangan, I Gusti Ngurah Rai pun berteriak lantang dengan mengatakan “Puputan!”. I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya maju melawan Belanda sampai titik darah penghabisan. Namun, karena kekuatan senjata yang dimiliki I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya kurang tak sebanding dengan Belanda, mereka pun kalah dalam pertempuran. I Gusti Ngurah Rai bersama 1.372 pejuang Dewan Perjuangan Republik Indonesia Sunda Kecil gugur dalam pertempuran yang dikenal sebagai Puputan Margarana.
#OrkestrasiDisdukcapil
#DisdukcapilMerajutEkosistem
#7thBerinovasiUntukNegeri #DukcapilPrima