Ogoh-ogoh merupakan karya seni berupa patung besar yang terbuat dari bambu dan material lainnya. Ogoh-ogoh divisualisasikan bertubuh besar, kuku panjang, dan berwajah seram.
Ogoh-ogoh umumnya berwujud sosok buta kala atau raksasa yang diarak keliling desa saat malam pengerupukan yang bertepatan pula pada tilem kesanga. Pawai ogoh-ogoh tesebut bertujuan menyerap energi-energi negatif di sekitarnya.
Sebelum pengarakan ogoh-ogoh, rangkaian pengerupukan diawali dengan prosesi Tawur Agung Kesanga. Pelaksanaan Tawur Agung Kesanga biasanya dilaksanakan pada siang hari atau tengai tepet. Sementara itu, arak-arakan ogoh-ogoh digelar pada sore (sandikala) hingga malam hari.
Setelah diarak keliling desa, ogoh-ogoh tersebut kemudian dibakar atau di-pralina. Pembakaran ogoh-ogoh itu kerap juga dimaknai sebagai upaya memusnahkan kejahatan yang disimbolkan dengan buta kala di muka bumi. Keesokan harinya, masyarakat Bali merayakan tahun baru caka atau Hari Raya Nyepi dengan keheningan dan melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Sejarah Ogoh-ogoh
Dilansir dari laman desasangeh.badungkab.go.id, ada beberapa pandangan mengenai sejarah ogoh-ogoh. Setidaknya ada tiga versi terkait sejarah ogoh-ogoh di Bali.
Pertama, versi yang menyebutkan bahwa ogoh-ogoh telah dimulai dari zaman Dalem Balingkang. Saat itu, ogoh-ogoh digunakan dalam upacara pitra yadnya. Kedua, ada juga pandangan yang menyatakan bahwa ogoh-ogoh berawal dari tradisi Ngusaba Ngong-Nging di desa Selat, Karangasem.
Umat Hindu di Bali menggelar pawai ogoh-ogoh. Salah satunya di Desa Adat Tuban, Kabupaten Badung, Bali. Foto: Aditya Mardiastuti
Ketiga, ada pula pendapat bahwa ogoh-ogoh muncul dari adanya barong landung yang merupakan wujud dari Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wei. Tradisi berupa pengarakan dua buah ogoh-ogoh yang berwujud laki-laki dan perempuan sebagai visualisasi barong landung diyakini merupakan cikal bakal lahirnya ogoh-ogoh dalam ritual Nyepi.
Terlepas dari itu, ogoh-ogoh baru meluas sebagai rangkaian Nyepi di Bali sejak tahun 1980-an. Sejak itu, masyarakat di beberapa tempat di Denpasar mulai membuat perwujudan onggokan yang disebut ogoh-ogoh. Budaya baru ini juga semakin meluas saat ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali XII.
Pada awalnya, ogoh-ogoh dibuat hanya dengan rangka kayu atau bambu sederhana yang dibungkus kertas. Namun, seiring berkembangnya kreativitas masyarakat, saat ini ogoh-ogoh telah berevolusi menjadi sebuah karya seni luar biasa yang menjadi daya tarik khalayak luas.
Selain berwujud buta kala, ogoh-ogoh di Bali saat ini juga hadir dalam bentuk kontemporer. Belakangan, ada yang menjadikan ogoh-ogoh sebagai ajang menyentil tokoh yang dianggap kontroversial hingga karakter fiktif yang dianggap melambangkan kejahatan.
Pawai ogoh-ogoh menjadi momentum yang sangat dinanti menjelang Nyepi. Pawai ogoh-ogoh juga menjadi ajang pengembangan kreativitas warga, terutama anak-anak muda yang tergabung dalam wadah sekaa teruna di Bali.
Narasi: https://www.detik.com/bali/budaya/d-6609031/ogoh-ogoh-di-bali-sejarah-makna-dan-kaitannya-dengan-hari-raya-nyepi.
Foto : https://id.pngtree.com/freepng/oooh-silhouette_9011853.html
Selamat Mengarak Ogoh-Ogoh Nyepi 1946
Mohon Selalu Menjaga keamanan dan Ketertiban
#DisdukcapilUntukSemua
#NetralitasDisdukcapil
#DisdukcapilDukungSuksesPemilu2024